Antara Akal Dan Wahyu
Terkadang
apakah anda pernah bertanya-tanya mengapa Tuhan menciptakan anda menjadi
seorang manusia? Tidak kah anda bertanya mengapa anda tidak Tuhan ciptakan
menjadi seekor hewan atau justru menjadi sebatang pohon? Kemudian apakah anda tidak bertanya kembali
mengapa anda bisa memikirkan hal-hal seperti diatas?
Dalam tubuh
seorang manusia terbagi menjadi dua elemen yang satu sama lain saling menopang
dan membutuhkan, contoh mengenai teori dua elemen ini sudah sangat sering kita
temui di dunia yang bersifat fisik ataupun metafisik, sebutlah contoh nya
seperti teori yin dan yang, tanah dan api, hingga pada sebuah
teori “kebaikan dan kejahatan. Kembali pada
dua elemen yang terdapat pada tubuh manusia. Syeikh Abdul Halim Mahmud pernah
memaparkan teori ini dalam salah satu bukunya bahwa terdapat dua elemen penting
dalam tubuh manusia yang keduanya wajib dijaga agar dapat sempurnanya manusia
tersebut menjadi seorang manusia seutuhnya, jangan sampai salah satu diantara
kedua nya saling mendominasi didalam tubuh tersebut atau bahkan sebaliknya, dua
elemen tersebut adalah ruh dan tubuh. Penting dicatat bahwa untuk dapat menjadi
seorang manusia yang seutuhnya cukup hanya agar dua elemen tersebut terjaga dan
seimbang satu dengan yang lainnya, adapun jika mereka saling mendominasi satu
sama lain itu berbeda halnya dengan konsep manusia yang akan saya paparkan
berikut ini.
Tubuh
mempunyai raja yang maha merajai segala sesuatu yang bersifat fisik yaitu akal,
dan ruh pun mempunyai raja yang merajai segala sesuatu yang bersifat metafisik
dalam tubuh kita yaitu hati, walaupun ada perbedan teori dari ulama-ulama
muslim bahwa akal itu adalah hati atau justru hati yang merajai segala sesuatu
yang bersiat fisik dalam tubuh manusia, tetapi itu bukan poin kita, dalam hal
ini saya mengambil teori pertama agar permasalahan tersebut bisa berhenti
disini tanpa menafikan adanya perbedaan terkait teori ini.
Manusia akan
bisa menjadi manusia yang sesungguhnya jika hanya bisa menyeimbangkan dua
elemen tadi, maka dalam konsep ini saya bisa saja menyebut anda sebagai seorang
yang bukan manusia jika salah satu dari elemen tersebut terlalu mendominasi
atau bahkan anda hanya menggunakan salah satu dari keduanya tanpa menggunakan
sedikitpun dari satu yang lainnya.
Akal
membutukan asupan yang sangat cukup agar dapat memerintahkan tubuh untuk bekerja sesuai dengan
fungsinya masing-masing, begitupun dengan hati yang membutuhkan asupan yang cukup
pula agar dapat memerintahkan ruh untuk bekerja sesuai dengan fungsinya. Jika
anda bertanya apa asupan bagi akal dan apa asupan bagi hati?, jawabannya adalah
ilmu pengetahuan dan agama.
Ilmu
pengetauan akan sangat kering ketika anda lahap jika tidak ada spiritualitas di
dalam nya dan diwaktu yang sama spiritualitas akan kosong jika anda lahap tanpa
adanya ilmu pengetahuan. Tuhan sudah memfitrahkan kepada manusia sebuah akal
yang menjadi penopang kehidupan disaat tuhan tidak memberikan hal yang sama
terhadap makhuk lain selain manusia.
Manusia
adalah makhluk yang sangat unik yang pernah Tuhan ciptakan, disaat tuhan
menciptakan malaikat yang mempunyai fitrah ketaatan yang tak terbatas dan menciptakan
iblis yang mempunyai sifat kesombongan yang sangat keras. Manusia berada di
tengah diantara kedua makhluk tersebut, antara dua elemen materi tersebut dan
antara dua sifat yang bersebrangan tersebut.
Dalam cerita
yang sangat terkenal bukanlah tanpa alasan bagi Tuhan mengusir iblis dari surga
dan menjadikan nya sebagai makhuk terlaknat hingga hari akhir nanti, iblis awal
mula nya adalah seorang malaikat yang sangat taat kepada Tuhan, tetapi hanya
karna ia berusaha mempertahankan jabatannya sebagai makhluk yang paling mulia
dengan menolak untuk sujud dihadapan Adam manusia pertama maka Tuhan
menjadikannya makhluk hina sehina-hinanya saat itu juga dan kemudian mengusirnya dari surga.
Dalam kasus
ini Tuhan mengetahui bahwa manusia membawa potensi untuk melakukan perbuatan
buruk bahkan lebih dari perbuatan iblis, karna iblis saja yang tadinya seorang
malaikat dapat berubah dan berballik arah menjadi makhluk yang berlawananan
dengan kebaikan, lantas bagaimana dengan manusia yang fitrahnya sudah Tuhan
ciptakan diantara kebaikan dan
keburukan? Maka dari itu Tuhan melengkapi kebutuhan manusia dengan wahyu
agar sisi spiritualitas nya terangangkat menyeimbangi sisi yang nampak dalam
tubuh manusia. Jika salah satu sisinya tidak terpenuhi kemungkinan yang terjadi
hanya dua, menjadi lebih taat di atas ketaatan malaikat dan menjadi buruk
diatas keburukan iblis.
Keterkaitan diantara keduanya tidak bisa dilepaskan,
keduanya saling membutuhkan dan saling
menopang satu dengan yang lainnya, keterbutuhan akal terhadap spiritualitas dan
begitupun sebaliknya. Keadaan ini telah banyak kita saksikan dalam berbagai
fenomena catatan sejarah peradaban
manusia, kekeringan spiritual yang terjadi pada peradaban Yunani kuno telah
menjadi bukti bahwa manusia membutuhkan wahyu untuk hadir agar dapat meredakan
kekeringan tersebut, mungkin sampai disini
mungkin ada yang berkata bahwa di zaman
Yunani kuno mereka sudah mempercayai bahkan mengimani bahwa alam raya ini ada
yang menciptakan walaupun dengan menisbatkan penciptaan tersebut terhadap dewa-dewi
mereka, dan bahkan hingga jauh dari masa sebelum Socrates pun beberapa tokoh
tekemuka di zamannya telah menemukan sebuah teori atom, hingga teori dzat awal
yang membuat bumi ini tercipta, lantas apakah dengan kondisi tersebut tidak bisakah
kita menyebutnya sebagai kondisi spiritual? Bisa saja sebenarnya kita sebut
seperti itu, tetapi secara subjektif tidak sempurna,karna kepercayaan tersebut
bukan berasal dari sumber yang sama dimana Nabi Musa As, NAbi Isa As, dan Nabi
Muahammad SAW mendapatkan risalah
ajarannya.
Kembali pada peradaban Yunano
kuno, walaupun disamping kekeringannya kondisi spiritual ketika itu, tidak menyurutkan masyarakat nya untuk dapat terus
meningkatkan satu variabel yang sedang dominan pada diri manusia, yaitu akal.
Maka lahirlah Ilmu Logika atau lebih akrab kita panggil dengan Ilmu Mantiq yang
dipelopori oleh seorang murid yang berawal dari ketidaksejalanannya dengan ajaran sang guru, dia
adalah Aristoteles.
Saya mempunyai persepsi
pribadi bahwa dampak dari kondisi seperti ini membuat manusia dapat menuhankan dirinya sendiri, karna ini banyak terjadi jauh setelah masa Aristoteles. Saya
tidak berkata bahwa Aristoteles seperti itu, tetapi ada dari pengikut setelah-setelahnya
yang membuat diri mereka seperti itu. Salah satu sarjana muslim di Mesir Dr. Amru Syarif pernah membuat analisa dan kemudian dituangkan dalam sebuah buku yang
berjudul ألالحاد مشكلة نفسية , dia berkata bahwa kondisi seperti mereka terjadi justru
dikarnakan keadaan psikologinya yang sudah terganggu sejak awal dan memang
sudah kering akan hal-hal spiritual, ada yang mempunyai latar belakang
retaknya keluarga mereka, hingga ada
yang sudah ditinggalkan oleh orang tua nya
sejak kecil, yang membuat dia tidak lagi bisa mendapatkan pendidikan spritual yang seharusnya.
Mungkin anda bertanya bagaimana dengan
mereka yang memang sudah seperti itu sejak sebelum
Nabi Muhammad SAW sang pembawa risalah
terakhir diutus?
Tetapi lagi-lagi tetap saja jawabannya adalah bahwa mereka tidak mendapatkan asupan spritual yang
cukup, karna perlu diingat bahwa ketika sebelum Nabi Muhammad SAW diutus telah
ada yang menyampaikan risalah dari
sumber yang sama yaitu Nabi Isa As, maka tidaklah menjadi alasan bahwa tidak
sampai nya risalah dari langit yang
membuat mereka seperti itu, karna
pada akhirnya tetap saja mereka hanya menggunakan akal dengan tanpa asupan
spiritual yang menyebabkan ketidakseimbangannya kondisi kemanusiaan mereka.
Di kondisi lain muncul pertanyaan bagaimana ketika wahyu tidak dapat
berkerja berdampingan dengan akal?
Perlu diingat dan digaris bawahi
bahwa wahyu adalah suatu risalah yang
turun dari Tuhan, maka sesuatu yang Tuhan miliki tidak akan sama dengan yang
manusia miliki. Karna wahyu tersebut memiliki kadar yang tidak sesuai dengan
akal yang dimiliki manusia, maka terdapat beberapa kondisi dimana akal tidak
bisa menjangkau hal-hal yang lebih dari sebuah wahyu. Jika kita sudah sepakat
dengan ini mari kita menyelami dunia mistik keagamaan atau yang lebih sering di kenal dalam Islam dengan kata sufistik. Insyaallah uraian ini akan lebih rinci dibahas dalam judul yang sama di tulisan yang berbeda..
Waalahu’alam bisshawab
Kairo, 27 Desember 2019
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus