Taliban antara Wajah Lama dan Wajah Baru Traumatik atas Kegagalan pada 2 Dekade silam




 Beberapa hari kebelakang laman media sosial sangat ramai sekali memberitakan tentang kondisi terkini di Afganistan, pasalnya negara tersebut sedang diterpa suatu keadaan yang membuat mayoritas dari masyarakatnya berbondong-bondong pergi meninggalkan tanah airnya sendiri. Taliban datang kembali.

 

Terhitung sejak pasca penggulingan Taliban oleh Amerika pada 2001 silam, masyarakat dan pemerintah dengan wajah yang baru di Afganistan bahu-membahu membangun kembali kehidupan bernegara mereka yang sebelumnya sangat konservatif pada masa Taliban menjadi pemerintahan yang agaknya ingin melakukan perubahan dengan keterbukaannya dan meninggalkan ekslusiftas dalam hal bernegaranya. 

 

Kabar mengejutkan datang, ketika 20 tahun pasca peristiwa penggulingan akhirnya mereka muncul kembali dan mengklaim pemrintahannya atas Afganistan dengan menguasai ibu kota Kabul dan menduduki istana kepresidenan disana. Tentu hal ini tidak serta merta terjadi, kabar beredar sekitar satu bulan lalu bahwa pasukan militer Amerika mulai mengosongkan pangkalan militernya menjelang penarikan pasukannya setelah 20 tahun melakukan oprasi penggusuran Taliban disana. Kemudian tanpa disangka belum genap satu bulan berita tersebut muncul hingga akhirnya kita mendengar kembali berita saat ini bahwa Taliban telah mengambil kekuasaan atas pemerintahan Afganistan. 

 

Tentu sangat menarik ketika berbicara mengenai kelompok ini, rekam jejak tidak dapat disembunyikan mengenai tuduhan-tuduhannya, seperti penyembunyian atas pimpinan kelompok Al-Qaeda sampai keterlibatannya atas peristiwa 911 yang menyebabkan mereka harus berurusan dengan Amerika. Terlepas dari semua tuduhan dari rekam jejaknya lantas siapa mereka? Apa ideologinya? Dan apa yang diingingkan oleh kelompok ini pada masa sekarang setelah mereka mengakusisi pemerintahan di Afganistan? kemudian, apa mereka akan membuat pemerintahan Afganistan kembali konservatif seperti sebelumnya? Mari kita ulas bersama.

 

Singkatnya Taliban adalah kelompok politik dan agama yang menginginkan ketertiban sosial di wilayah selatan Afganistan, kelompok ini sangat kontroversi dengan banyak kebijakan sosial dalam masa pemerintahannya, seperti melarang kehidupan publik bagi perempuan terutama dalam akses pendidikan dan pekerjaan, kemudian mereka banyak menghancurkan peninggalan-peninggalan artistik non-Islam hingga penetapan undang-undang dalam hukum eksekusi yang sudah tidak relevan lagi pada masa saat ini. 

 

Tentu, dikarkanakan kelompok ini berupa gerakan politik dan agama (Islam), kita harus menuntaskan paham gerakan politik dan agama yang disatupadukan dalam diskursus keislaman. 

 

Secara historis banyak literatur yang merekam jejak bagaimana masa pemeritahan Islam pasca wafat Nabi yang kemudian muncul paham-paham keislaman baru dan banyak usaha-usaha dari pemegang tampuk kekuasaan pada saat itu untuk menggandeng paham-paham tersebut guna melanggengkan kekuasaannya, dan jelas para penganut paham tersebut sangat tergiur atas gandengan penguasa guna menancapkan legalitas dan otoritas paham keagamaan yang harus terjaga kemudian tersebar melalui dukungan pemerintah, ini menjadi sesuatu yang belum pernah terjadi di jaman kenabian. Pasalnya, jenis pemerintah yang bercorak monarki ini menggunakan kuasanya untuk memberlakukan peresmian atas suatu paham keagamaan tertentu, dan jelas ini sebuah paradox.

 

Karna ketika negara terlalu mencampuri urusan Agama akan berdampak tidak baik dan begitupun sebaliknya, maka menurut beberapa pakar bahwa negara hanya cukup berperan sebagai pelindung dan pendukung untuk menjaga eksistensi agama, begitupun dengan agama yang cukup berperan untuk menjadi landasan dan acuan dalam bernegara. Tidak saling tumpang tindih dan tidak juga saling memanfaatkan. 

 

Sebutlah contoh pada masa kekuasaan Al-Makmum yang meresmikan Muktazilah sebagai paham keagaaman yang harus dianut oleh setiap masyarakat kala itu, kemudian disusul pada kekuasaan Al-Mutawakkil yang berganti haluan dalam paham resmi keagamaannya menjadi Asy’ariyah. Hal ini menarik untuk dibahas lebih lanjut mengenai keberpahaman agama Asy’ariyah yang memenangkan konteks perang sejarah dan keterlibatannya atas legalisasi melalui tampuk kekuasaan, yang justru banyak dalam topik-topik pembahasan yang menyalahkan Al-Makmum dalam melegalkan paham resmi Muktazilah pada masa kekuasaannya dan menyebabkan kekacauan. 

 

Kembali dalam permasalahan, yang menjadi sorotan dalam kasus sejarah diatas adalah peristiwa perkawinan antara negara dan agama, ini yang ingin banyak dilakukan oleh kelompok-kelompok seperti Taliban, Isis dan lain semacamnya. Permasalahan berangkat dari ketidakinginan intervensi produk pemikiran dan budaya luar terhadap Islam, karna Islam telah memiliki segalanya, paripurna dalam mengatur individu hingga bernegara. Apakah demikian? 

Ya, tentu demikian. 

Dalam peranan individu, Islam mengenal konsep taklif dimana beban moral pribadi sangat berpengaruh dalam menentukan sikap kita ketika beragama, kemudian dalam konteks bernegara, Islam pun mempunyai konsep siyasah syar’iyahnya yang sangat kompleks dengan segala rentetan fasenya.

 

Jadi seharusnya spirit dan kekuatan yang dibangun oleh kelompok seperti Taliban dan Isis sudah sangat sesuai dengan nafas Islam, tetapi justru blunder karna metode dan cara penyampaian hingga pemberlakuan yang ditempuh oleh mereka yang menjadi miskonsepsi dengan konsep-konsep yang sudah banyak dipaparkan dalam banyak literatur diskursus keislaman. Kita mengenal dasar ketentuan bahwa metode yang salah akan menyebabkan kerusakan walau tujuannya benar. Kemudian dengan tidak kebermatangnya mereka dalam muatan keilmuan Islam menyebabkan hal-hal yang tidak dibenarkan sebenarnya oleh hukum manusia akhirnya menjadi benar, seperti pembunuhan, dan perampasan hak-hak kemanusiaan. 

Mirisnya keadaan tersebutlah yang telah terjadi pada masa kekuasaan kelompok-kelompok yang miskonsepsi mengenai hubungan relasi antara negara dan agama. 

 

Sekilas inilah yang terjadi pada keadaan saat dimana perkawinan negara dan agama diberlakukan sebelum melalui fase-fase yang seharusnya dilewati oleh kita sebagai muslim, baik pemerintahan ataupun masyarakatnya.

 

Kemudian mengenai pemaparan diatas agaknya bisa menyingkap tentang tujuan, ciri dan cara yang ditempuh oleh kelompok seperti Taliban dan Isis dalam memperjuangkan ideologi politiknya yang membawa agama islam disana. Jadi perbuatan mereka bukan lagi atas spirit dan kekuatan Islam tetapi lebih jauh lagi yaitu tentang ambisi politik untuk menguasai tampuk kekuasaan menggunakan agama Islam.

  

Masuk pada pertanyaan yang kedua, apakah Taliban saat ini akan menjadikan kembali Afganistan sebagai negara konservatif dan ekslusif? 

 

Apakah yang akan dilakukan Taliban saat ini akan sama dengan apa yang mereka lakukan saat mereka berkuasa dahulu seperti kelompok-kelompok Isis, Al-Qaeda dan semacamnya? Ini yang menjadi pertanyaan. Pada dasarnya jika kita tidak mengalami trauma pada suatu masa yang buruk mungkin pertanyaan tersebut tidak akan muncul, terbukti dengan sikap melarikan diri yang dilakukan oleh masyarakat Afganistan saat ini. Beberapa media mengabarkan bahwa mereka tidak akan bersikap arogan seperti dahulu ketika berkuasa, menyusul pernyataan mereka yang akan memberikan hak-hak kemanusiaan kepada masyarakatnya, akan tetapi rakyat Afganistan sepertinya sudah sangat terlalu skeptis untuk menggubris hal itu dan lebih memilih pergi mengungsi dari negaranya. 

 

Mengenai pernyataan “akan memberikan hak-hak kemanusia tanpa diskriminasi terutama kepada perempuan” ini yang menarik, apakah wajah baru Taliban akan muncul akibat pengalaman dan sejarah yang membentuk umat manusia saat ini sudah tidak relevan lagi dengan aturan-aturan yang dulu.

Mengingat mereka yang sangat ingin diakui oleh dunia, lantas itu yang membuat mereka mulai membuka mata terhadap realita apa adanya, karna negara ekslusif seperti Arab Saudi pun beberapa saat lalu ramai diperbincangkan sudah mulai ingin membuka diri mereka terhadap realita dunia saat ini.

 

Perlu digarisbawahi bahwa dalam dunia internasional untuk mempertahankan eksistensi suatu kelompok dengan keberpahaman tertentu perlulah pengakuan banyak masyarakat dunia, terutama untuk tidak melawan arus dari realitas sosial saat ini dan yang akan terjadi nanti. Ini yang sedang ingin dilakukan oleh Taliban, menyusul dukungan dari negara China dan mungkin akan bertambah lagi. Dan oleh sebab itu Taliban sangat ingin diakui dengan berusaha menarik perhatian masyarakat dunia dengan memasarkan paham mereka yang meyakinkan bahwa mereka saat ini bukanlah mereka yang dulu.

 

Jika memang hal tersebut benar-benar terjadi mungkin tidak akan ada lagi pernyataan Amerika untuk melawan mereka karna melakukan kebijakan yang bertentangan dengan HAM, atau mungkin masih ada alasan lain? Mengingat, mereka menjadi sasaran Amerika karna hubungannya dengan China yang terjalin untuk menumbuhkan perhatian dunia dalam mengakui eksistensinya, dan peperangan mungkin akan kembali terjadi antara Taliban dan Amerika yang setidaknya berangkat dari rangkaian perang ideologi, ekonomi dan politik antara China dan Amerika. 

Mari kita saksikan bersama. 

 

 

Kairo, 

18 Agustus 2021

10 Muharam 1443 

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Poligami Antara Adat Dan Syariat

Meneladani Jejak Para Wali Iskandariyah

Series Loki dalam Metafor Filsafat dan Agama